Pernah Tolak Tawaran Ratusan Juta, Iqbal Aji Daryono: Saya Bukan Buzzer

Pernah Tolak Tawaran Ratusan Juta, Iqbal Aji Daryono: Saya Bukan Buzzer

MAGELANGEKSPRES.COM,WONOSOBO - Dalam sebuah diskusi yang digelar Ketemu Buku Wonosobo dihadirkan penulis buku Out Of The Truck Box, Iqbal Aji Daryono. Di banyak kesempatan Iqbal dikenalkan sebagai seorang tokoh yang terkenal lewat media sosial atau seleb medsos. Padahal dinyatakan secara jelas oleh Iqbal bahwa dirinya bukanlah seleb medsos, malahan dirinya ingin dikenal sebagai penulis. Namun karena memang banyak tulisan-tulisannya yang viral termasuk di kanal opini mojok.co, serta beberapa media online, banyak pembaca yang menilai Iqbal mendulang selebritas dari itu semua. “Saya itu banyak disangka sebagai seorang Buzzer, padahal saya sama sekali belum pernah jadi buzzer. Saya memang pernah ditawari oleh seseorang tapi saya tolak. Karena itu tadi, saya ingin dikenal dan memang melakoni pekerjaan sebagai penulis. Tulisan-tulisan saya di media sosial dan beberapa kanal berita memang lebih ke opini. Bahkan awalnya saya memulai menulis itu memang dari facebook,” kata Iqbal yang disandingkan dengan Jurnalis senior Farid Gaban, Rabu Malam (12/2). Dalam perjalanan karirnya, Iqbal mengaku pernah menjadi seorang tenaga kerja di Australia, sehingga menelorkan sebuah karya bertajuka Out Of The Truck Box, petualangan seorang TKI sopir truk di Australia dan lamunan-lamunan liarnya. Buku yang berisi catatan hariannya tersebut turut membuatnya dikenal di kalangan penulis lainnya. Selain juga tulisan-tulisannya yang cukup menarik perhatian generasi Millenial dan generasi Y karena tema yang diusungnya cukup unik. Iqbal bahkan pernah menolak tawaran menjadi buzzer dengan upah ratusan juta rupiah dan dikabarkan sampai miliaran rupiah saat momentum politik tahun lalu. Baca Juga Video Penganiayaan Siswi SMP di Purworejo Hebohkan Media Sosial “Saya yakin teknologi seperti medsos itu kalau kita pakainya benar dan untuk tujuan yang benar, akan sangat bermanfaat. Sekarang semua butuh media sosial. Saya lihat bahkan website atau media online yang tidak berbasis medsos juga mulai kalah. Terkait hoax, memang saya menilai sangat sulit ditangkal, tapi saya optimis jika konten-konten yang bagus dan sesuai kaidah jurnalisme, bisa menekan hoax,” katanya. Senada, terkait hoax, Farid Gaban juga menilai hampir mustahil untuk bisa dihilangkan. Namun memang sudah era sejak sebelum media sosial atau teknologi informasi menjadi maju hoax tersebut sudah ada. Berbagai peristiwa bersejarah besar baik yang terkait politik kekuasaan hingga untuk tujuan lainnya juga banyak didalangi hoax tersebut. “Rendahnya literasi dan juga minimnya budaya konfirmasi kita menyumbang maraknya hoax itu. Dulu usia berita itu (valid) hingga paling tidak tiga hari, adanya Koran harian mengurangi itu jadi sehari, sekarang, dalam beberapa jam saja, informasi sudah mungkin tidak relevan. Maka kerja-kerja melawan hoax sangat berat. Apalagi adanya buzzer itu yang memang tujuannya untuk memenangkan satu pihak tertentu yang mengarahkan opini masyarakat,” kata Eks Pimred Tempo yang kini pensiun di kampung halamannya di Wonosobo. (win)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: